KRATON
KRATON
Keraton Yogyakarta tidak hanya menjadi tempat tinggal
raja, namun juga menjadi penjaga nyala kebudayaan Jawa. Di tempat ini
Anda dapat belajar dan melihat secara langsung bagaimana budaya tetap
dilestarikan di tengah laju perkembangan dunia.
KRATON YOGYAKARTA
Museum Hidup Kebudayaan Jawa dan Tempat Tinggal Raja Jogja
Lonceng Kyai Brajanala berdentang beberapa kali,
suaranya tidak hanya memenuhi Regol Keben namun terdengar hingga Siti
Hinggil dan Bangsal Pagelaran Kraton Yogyakarta. Sedangkan di Sri
Manganti terdengar lantunan tembang dalam Bahasa Jawa Kuna yang
didendangkan oleh seorang abdi dalem. Sebuah kitab tua, sesaji, lentera,
dan gamelan terhampar di depannya. Beberapa wisatawan mancanegara
tampak khusyuk mendengarkan tembang macapat, sesekali mereka terlihat
menekan tombol shutter untuk mengambil gambar. Meski tidak tahu arti
tembang tersebut, saya turut duduk di deretan depan. Suara tembang jawa
yang mengalun pelan bercampur dengan wangi bunga dan asap dupa,
menciptakan suasana magi yang melenakan. Di sisi kanan nampak 4 orang
abdi dalem lain yang bersiap untuk bergantian nembang. Di luar pendopo,
burung-burung berkicau dengan riuh sambil terbang dari pucuk pohon sawo
kecik yang banyak tumbuh di kompleks Kraton Yogyakarta kemudian hinggap
di atas rerumputan.
Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat atau yang
sekarang lebih dikenal dengan nama Kraton Yogyakarta merupakan pusat
dari museum hidup kebudayaan Jawa yang ada di Daerah Istimewa
Yogyakarta. Tidak hanya menjadi tempat tinggal raja dan keluarganya
semata, Kraton juga menjadi kiblat perkembangan budaya Jawa, sekaligus
penjaga nyala kebudayaan tersebut. Di tempat ini wisatawan dapat belajar
dan melihat secara langsung bagaimana budaya Jawa terus hidup serta
dilestarikan. Kraton Yogyakarta dibangun oleh Pangeran Mangkubumi pada
tahun 1755, beberapa bulan setelah penandatanganan Perjanjian Giyanti.
Dipilihnya Hutan Beringin sebagai tempat berdirinya kraton dikarenakan
tanah tersebut diapit dua sungai sehingga dianggap baik dan terlindung
dari kemungkinan banjir. Meski sudah berusia ratusan tahun dan sempat
rusak akibat gempa besar pada tahun 1867, bangunan Kraton Yogyakarta
tetap berdiri dengan kokoh dan terawat dengan baik.
Mengunjungi Kraton Yogyakarta akan memberikan pengalaman yang
berharga sekaligus mengesankan. Kraton yang menjadi pusat dari garis
imajiner yang menghubungakn Pantai Parangtritis dan Gunung Merapi ini
memiliki 2 loket masuk, yang pertama di Tepas Keprajuritan (depan
Alun-alun Utara) dan di Tepas Pariwisata (Regol Keben). Jika masuk dari
Tepas Keprajuritan maka wisatawan hanya bisa memasuki Bangsal Pagelaran
dan Siti Hinggil serta melihat koleksi beberapa kereta kraton sedangkan
jika masuk dari Tepas Pariwisata maka Anda bisa memasuki Kompleks Sri
Manganti dan Kedhaton di mana terdapat Bangsal Kencono yang menjadi
balairung utama kerajaan. Jarak antara pintu loket pertama dan kedua
tidaklah jauh, wisatawan cukup menyusuri Jalan Rotowijayan dengan jalan
kaki atau naik becak.
Ada banyak hal yang bisa disaksikan di
Kraton Yogyakarta, mulai dari aktivitas abdi dalem yang sedang melakukan
tugasnya atau melihat koleksi barang-barang Kraton. Koleksi yang
disimpan dalam kotak kaca yang tersebar di berbagai ruangan tersebut
mulai dari keramik dan barang pecah belah, senjata, foto, miniatur dan
replika, hingga aneka jenis batik beserta deorama proses pembuatannya.
Selain itu, wisatawan juga bisa menikmati pertunjukan seni dengan jadwal
berbeda-beda setiap harinya. Pertunjukan tersebut mulai dari wayang
orang, macapat, wayang golek, wayang kulit, dan tari-tarian. Untuk
menikmati pertunjukkan seni wisatawan tidak perlu mengeluarkan biaya
tambahan. Jika datang pada hari selasa wage, Anda bisa menyaksikan lomba
jemparingan atau panahan gaya Mataraman di Kemandhungan Kidul.
Jemparingan ini dilaksanakan dalam rangka tinggalan dalem Sri Sultan HB
X. Keunikan dari jemparingan ini adalah setiap peserta wajib mengenakan
busana tradisional Jawa dan memanah dengan posisi duduk.
Usai menikmati pertunjukan macapat, YogYES
pun beranjak mengitari kompleks kraton dan masuk ke Museum Batik yang
diresmikan oleh Sri Sultan HB X pada tahun 2005. Koleksi museum ini
cukup beragam mulai dari aneka kain batik hingga peralatan membatik dari
masa HB VIII hingga HB X. Selain itu di museum ini juga disimpan
beberapa koleksi hadiah dari sejumlah pengusaha batik di Jogja maupun
daerah lain. Saat sedang menikmati koleksi museum, pandangan YogYES
tertuju pada salah satu sumur tua yang dibangun oleh Sultan Hamengku
Buwono VIII. Di atas sumur yang telah ditutup menggunakan kasa alumunium
tersebut terdapat tulisan yang melarang pengunjung memasukkan uang.
Penasaran dengan maksud kalimat tersebut YogYES pun mendekat dan melihat
ke dalam sumur, ternyata di dasar sumur terdapat kepingan uang logam
dan uang kertas yang berhamburan.
Puas berjalan mengitari Kraton Yogyakarta,
YogYES pun melangkahkan kaki keluar regol dengan hati riang. Dalam
perjalanan menuju tempat parkir, terlihat sebuah papan nama yang
menawarkan kelas belajar nembang / macapat, menulis dan membaca huruf
jawa, menari klasik, serta belajar mendalang. Rupanya di Kompleks Kraton
Yogyakarta ada beberapa tempat kursus atau tempat belajar budaya serta
kesenian Jawa. YogYES pun berjanji dalam hati, suatu saat akan kembali
untuk belajar mengeja dan menulis huruf hanacaraka maupun belajar
menari.
Jam Buka: 08.00 - 14.00 WIB
Tiket masuk:
Tepas Kaprajuritan: Rp. 3.000
Tepas Pariwisata: Rp. 5.000
Ijin kamera/video: Rp. 1.000
Jadwal pertunjukan harian di kraton
Senin - Selasa: Musik gamelan (mulai jam 10.00 WIB)
Rabu: Wayang golek menak (mulai jam 10.00 WIB)
Kamis: Pertunjukan tari (mulai jam 10.00 WIB)
Jumat: Macapat (mulai jam 09.00 WIB)
Sabtu: Wayang kulit (mulai jam 09.30 WIB)
Minggu: Wayang orang & pertunjukan tari (mulai jam 09.30 WIB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar